·
Maluku
Berpindah Tangan
Pertempuran
Waterloo di Belgia pada tanggal 18 Juni 1815. Pertempuran itu menentukan nasib
Napoleon Bonaparte dengan kekaisaran Perancisnya dan menentukan masa depan
Negara-negara Eropa yang sedang saling menghancurkan. PERANCIS KALAH.
Lawan-lawannya berkumpul di Wiena untuk mengatur kembali tata kehidupan bernegara
dan yang telah diobrak-abrik oleh Napoleon. Rakyat Maluku melanjutkan hidupnya
di bawah kekuasaan Inggris. Setahun setelah pertempuran di Waterloo, datang
berita bahwa Maluku harus diserahkan kembali kepada Belanda.
1814 “Traktat
London” sumber penyerahan kembali Indonesia kepada Belanda. Tanggal 19 Agustus
1816 ketika bendera ‘Union Jack’ diturunkan dan dikibarkan di Balai Kota
Batavia disaksikan oleh Letnan Gubernur Inggris dan para Komisaris Jenderal
Belanda, barulah terlaksana Traktat London.
Tanggal 18
Maret 1817, pagi-pagi benar Thomas telah menggerakkan kesatuannya ke berbagai
tempat daerah pelabuhan, dan pantai pendaratan di dekat Benteng Victoria dijaga
keras. Sersan Mayor Thomas dan beberapa kawannya memperhatikan situasi secara
sungguh-sungguh, bertanya dari sana-sini dari anak buah kapal dan diperoleh
keterangan bahwa armada Belanda itu terdiri atas kapal perang “Maria
Reygersbergen”, “Nassau”, “Eversten” dan beberapa buah kapal pengangkut “Swallow”,
“Salambone”, dan “Malabar”’ dan ada sepasukan tentara yang berkekuatan
kira-kira 800 orang yang sebagian besar adalah orang-orang Jawa yang baru
direkrut.
Perundingan
pelaksanaan Traktat London menghasilkan persetujuan pada tanggal 14 Maret dan
baru ditanda tangani tanggal 24 Maret oleh Martin, Engelhard dan Van
Middelkoop. 20 Maret Burfhgraaff dilantik sebagai Residen di Hila dan Jr. Van
den Berg dilantik sebagai Residen Saparua.
Tanggal 25
Maret serah terima kekuasaan. Rakyat Ambon menyaksikan upacara penurunan
bendera Inggris dan penaikkan bendera Belanda. Penurunan “Union Jack” disambut oleh Nassau dengan 33 tembakan meriam. Dari
benteng Victoria berdentum tembakan yang sama jumlahnya sebagai tanda
penghormatan dan terimakasih. Sesudah itu Middelkoop dilantik sebagai Gubernur
Maluku. Tiba-tiba tanda buruk menimpa Belanda di siang hari, yaitu ketika
rakyat Ambon menyaksikan Tri Warna diturunkan setengah tiang. Tersiar kabar
bahwa Kapten Laut PM Dietz, meninggal dunia ketika mendekati Tanjung Alang.
Jenazahnya diturunkan dengan sekoci dan didayungkan kembali ke kota Ambon.
Sore hari
rakyat menyaksikan kesedihan orang-orang Belanda yang menguburkan opsir mereka
itu. Kebetulan pada saat itu terlihat di langit beberapa gumpalan awan yang
aneh bentuknya. Rakyat yang masih penuh takhayul menyiarkan desas-desus bahwa
kematian Dietz dan gejala alam itu adalah pertanda buruk bagi Belanda.
·
Demobilisasi
“Korps Limaratus”
Pemerintah
Inggris menawarkan Korps Ambon dari Thomas kepada Belanda tetapi ditolak jika pemerintahan
Inggris berakhir di Maluku, maka serdadu-serdadu harus dibebaskan. 24 Maret
menandatangani suatu seruan memanggil semua anggota Korps Ambon untuk berkumpul
di Kota Ambon.
Setelah
upacara selesai dan ditutup dengana defile, para anggota korps ini diserbu oleh
sanak saudara, pemuda-pemudi, kawan-kawan dan kenalan. Pada malam hari Thomas
dan kawan-kawan mengadakan pesta perpisahan dengan rakyat Ambon. Para opsir dan
prajurit Inggris diundang pula. Pada saat berangkat ke Lease, Thomas dan
kawan-kawannya diantar oleh kawan-kawan ke pelabuahan menaiki arombai
masing-masing. Sesampainya di tujuan Thomas dan kawan-kawan disambut oleh
rakyat dengan riang gembira. Peluk mesra Thomas dengan ibu dan sanak
saudaranya, akhirnya mereka bersatu kembali sesudah berpisah beberapa tahun.
·
Kesan dan
Beban
Beberapa hari
kemudian pada akhir bulan Maret terdengar dentuman meriam silih berganti
sebagai tembakan penghormatan, tanda Residen Van den Berg tiba dengan kapal
perang di Saparua.
Pada rakyat
negeri Seit diwarisi kebencian karena Ulupaha, pahlawan tua yang telah dihukum
mati oleh Pemerintahan Inggris dalam tahun 1796. Banyak juga orang yang tewas
dan dihukum mati pada waktu itu. Inggris meninggalkan kesan yang menonjol
dibandingkan dengan kompeni.
Pada awal masa
pemerintahan Engelhard dan Van Middelkoop melaporkan ke Batavia apa yang
dialami mereka:
“Monopoli rempah-rempah di mana-mana mengalami kemunduran dan terancam
akan punah, Amboina dapat diaktakan menjadi Bandar Penimbunan Hasil dari
seluruh perdagangan di Bagian Timur Jawa.”
Engelhard menulis kepada Flout
di Batavia sebagai berikut:
“Berbagai adat kebiasaan orang Inggris, yang
berbeda dengan adat kebiasaan kita, tak dapat tiada meninggalkan bekas yang
tidak menguntungkan kita di Maluku. Pada rakyat ditinggalkan prinsip-prinsip
yang lain sama sekali.’
Lain lagi
pendirian Residen Berkhoff di Banda. Tanggal 9 April dia menulis surat kepada
Gubernur Maluku seperti berikut:
“Saat ini saya merasa tidak berwenang untuk mengesahkan pembayaran dengan
uang kertas, tanpa ada sesuatu pengumuman yang mendesak/tanpa ada sesuatu
jaminan. Tanpa itu dikhawatirkan akan timbul ketidak percayaan dan mungkin
agitasi. Apa lagi pengalaman di masa lampau di wilayah ini meninggalkan bekas
yang mendalam.’
Lagi-lagi
keluar perintah untuk kerja rodi. Rakyat harus membuka kebun cengkeh dan pala
untuk kepentingan gubernemen. Dendeng, ikan kering dan garam harus pula
diserahkan kepada gubernemen. Bertambah berat tugas rakyat. Bertambah gelisah
seluruh rakyat Ambon, Lease dan Seram. Di negri-negri tersiar kabar bahwa
sekolah-sekolah akan ditutup. 15 April Residen Van den Berg menulis bahwa
persekolahan akan hancur sama sekali jika pemerintahan Belanda tidak membayar
para guru seperti di zaman kompeni. Pemerintah Perancis (Daendels) dalam tahun
1810 telah menghentikan pembayaran gaji guru-guru dan memerintahkan rakyat
tiap-tiap negri untuk membayar guru-guru mereka.
Kata orang
Belanda “Saparua is het neusje van de
zalm” (Saparua adalah hidung ikan zalm).
Thomas Matulessia
sadar bahwa kebencian rakyat Saparua dan Nusalaut makin meningkat karena Residen
dan pegawai-pegawainya menjalankan instruksi dari gubernur dengan keras. Residen
mengadakan perjalanan keliling untuk cacah jiwa yang ada hubungan dengan kerja
rodi dan pajak. Siapa tidak muncul/terlambat datang dicambuk dengan rotan.
Dalam waktu
yang begitu pendek, belum sampai sebulan setengah, Van den Berg telah menyulut
sumbu dinamit bagi meledaknya suatu revolusi rakyat yang paling berdarah.
Dinamit kebencian berpuluh-puluh tahun terhadap penjajah Baelanda tidak dapat
lagi ditahan lagi dan meledaklah.
·
Gerakan Kemerdekaan
Suasana
menjadi tegang setelah timbang terima kekuasaan. Di dalam jiwa rakyat Ambon,
Lease, Seram Barat dan Selatan tertanam keinginan besar untuk melepaskan diri
dari Belanda. Adat istiadat yang mengikat pada raja-raja, patih, tindakan keras
yang memaksa mereka tunduk. Tetapi runtuhnya kekuasaan kompeni oleh suatu
pasukan kecil Inggris pada tahun 1796, terulang lagi pada tahun 1810, membuka
mata rakyat bahwa kekuasaan Belanda dapat dihancurkan dengan senjata. Pada saat
yang sama datang laporan dari Residen Hila bahwa ada orang-orang dari
pegunungan dan hutan yang mengganggu keamanan di jalan raya. Untuk mengatasi
gangguan itu, gubernur mengeluarkan pengumuman.
“Dalam jangka waktu 3 bulan semua eks prajurit Inggris, para
pengangguran dan orang asing tanpa pekerjaan/tanpa surat keterangan dari Kepala
Negeri, harus mencari pekerjaan di kota Ambon/masuk tentara Belanda pulang ke
negeri masing-masing. Jika tidak maka akan ditangkap dan diangkut ke Belanda”.
Tanggal 4
April 80 orang laki-laki dari jazirah Hitu mengadakan suatu rapat rahasia di
hutan petuanan liang. Mereka bermusyawarah selama 4 hari.
Tanggal 9
April sekali lagi 50 orang berkumpul selama 3 hari di tempat yang sama. Di sini
mereka menentukan sikap untuk mengangkat senjata memerangi Belanda.
Tanggal 25
April Residen menulis surat kepada Gubernur
di Ambon dan melaporkan hal itu. Tanggal 26 April kedua pesuruh itu kembali dan
melaporkan bahwa keadaan di Liang tenang-tenang saja dan Kapitan Suwara Patti
tidak berada di situ. Laporan ini cocok dengan laporan Residen Hilla tanggal 30
April yang juga menerima surat dari Gubernur untuk menyelidiki keadaan di Liang.
Residen
Haruku melaporkan pada tangal 5 Mei, bahwa menurut penyelidikannya tidak ada
tanda ketidakpuasan rakyat Pelau dan Kailolo. Tahun 1803 pemerintahan Belanda
mengambil alih kekuasaan dari Inggris ada beberapa raja yang telah dipecat
Inggris diangkat kembali. Raja Pelau dan Hualalui ditangkap dan dipenjarakan.
·
SEMANGAT PERJUANGAN
kepemimpinan Thomas Matulessia mendapat dukungan dari rakyat, dalam
perjuangannya Ia bisa mengobarkan semangat rakyat Maluku untuk membebaskan
tumpah darahnya dari jajahan bangsa Barat. Semangat perjuangan yang tertanam
dengan adanya ketertindasan menumbuhkan kesadaran Thomas Matulessia, untuk
memimpin perjuangan rakyat Maluku sampai titik darah penghabisan.
Daftar Pustaka
I.O. Nanulaita.Kapitan Pattimura.1985. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta