Cari Blog Ini

Minggu, 23 Juli 2017

SEMANGAT KEBEBASAN THOMAS MATULESSIA

·         Maluku Berpindah Tangan
Pertempuran Waterloo di Belgia pada tanggal 18 Juni 1815. Pertempuran itu menentukan nasib Napoleon Bonaparte dengan kekaisaran Perancisnya dan menentukan masa depan Negara-negara Eropa yang sedang saling menghancurkan. PERANCIS KALAH. Lawan-lawannya berkumpul di Wiena untuk mengatur kembali tata kehidupan bernegara dan yang telah diobrak-abrik oleh Napoleon. Rakyat Maluku melanjutkan hidupnya di bawah kekuasaan Inggris. Setahun setelah pertempuran di Waterloo, datang berita bahwa Maluku harus diserahkan kembali kepada Belanda.
1814 “Traktat London” sumber penyerahan kembali Indonesia kepada Belanda. Tanggal 19 Agustus 1816 ketika bendera ‘Union Jack’ diturunkan dan dikibarkan di Balai Kota Batavia disaksikan oleh Letnan Gubernur Inggris dan para Komisaris Jenderal Belanda, barulah terlaksana Traktat London.
Tanggal 18 Maret 1817, pagi-pagi benar Thomas telah menggerakkan kesatuannya ke berbagai tempat daerah pelabuhan, dan pantai pendaratan di dekat Benteng Victoria dijaga keras. Sersan Mayor Thomas dan beberapa kawannya memperhatikan situasi secara sungguh-sungguh, bertanya dari sana-sini dari anak buah kapal dan diperoleh keterangan bahwa armada Belanda itu terdiri atas kapal perang “Maria Reygersbergen”, “Nassau”, “Eversten” dan beberapa buah kapal pengangkut “Swallow”, “Salambone”, dan “Malabar”’ dan ada sepasukan tentara yang berkekuatan kira-kira 800 orang yang sebagian besar adalah orang-orang Jawa yang baru direkrut.
Perundingan pelaksanaan Traktat London menghasilkan persetujuan pada tanggal 14 Maret dan baru ditanda tangani tanggal 24 Maret oleh Martin, Engelhard dan Van Middelkoop. 20 Maret Burfhgraaff dilantik sebagai Residen di Hila dan Jr. Van den Berg dilantik sebagai Residen Saparua.
Tanggal 25 Maret serah terima kekuasaan. Rakyat Ambon menyaksikan upacara penurunan bendera Inggris dan penaikkan bendera Belanda. Penurunan “Union Jack” disambut oleh Nassau dengan 33 tembakan meriam. Dari benteng Victoria berdentum tembakan yang sama jumlahnya sebagai tanda penghormatan dan terimakasih. Sesudah itu Middelkoop dilantik sebagai Gubernur Maluku. Tiba-tiba tanda buruk menimpa Belanda di siang hari, yaitu ketika rakyat Ambon menyaksikan Tri Warna diturunkan setengah tiang. Tersiar kabar bahwa Kapten Laut PM Dietz, meninggal dunia ketika mendekati Tanjung Alang. Jenazahnya diturunkan dengan sekoci dan didayungkan kembali ke kota Ambon.
Sore hari rakyat menyaksikan kesedihan orang-orang Belanda yang menguburkan opsir mereka itu. Kebetulan pada saat itu terlihat di langit beberapa gumpalan awan yang aneh bentuknya. Rakyat yang masih penuh takhayul menyiarkan desas-desus bahwa kematian Dietz dan gejala alam itu adalah pertanda buruk bagi Belanda.

·         Demobilisasi “Korps Limaratus”
Pemerintah Inggris menawarkan Korps Ambon dari Thomas kepada Belanda tetapi ditolak jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku, maka serdadu-serdadu harus dibebaskan. 24 Maret menandatangani suatu seruan memanggil semua anggota Korps Ambon untuk berkumpul di Kota Ambon.
Setelah upacara selesai dan ditutup dengana defile, para anggota korps ini diserbu oleh sanak saudara, pemuda-pemudi, kawan-kawan dan kenalan. Pada malam hari Thomas dan kawan-kawan mengadakan pesta perpisahan dengan rakyat Ambon. Para opsir dan prajurit Inggris diundang pula. Pada saat berangkat ke Lease, Thomas dan kawan-kawannya diantar oleh kawan-kawan ke pelabuahan menaiki arombai masing-masing. Sesampainya di tujuan Thomas dan kawan-kawan disambut oleh rakyat dengan riang gembira. Peluk mesra Thomas dengan ibu dan sanak saudaranya, akhirnya mereka bersatu kembali sesudah berpisah beberapa tahun.
·         Kesan dan Beban
Beberapa hari kemudian pada akhir bulan Maret terdengar dentuman meriam silih berganti sebagai tembakan penghormatan, tanda Residen Van den Berg tiba dengan kapal perang di Saparua.
Pada rakyat negeri Seit diwarisi kebencian karena Ulupaha, pahlawan tua yang telah dihukum mati oleh Pemerintahan Inggris dalam tahun 1796. Banyak juga orang yang tewas dan dihukum mati pada waktu itu. Inggris meninggalkan kesan yang menonjol dibandingkan dengan kompeni.
Pada awal masa pemerintahan Engelhard dan Van Middelkoop melaporkan ke Batavia apa yang dialami mereka:
“Monopoli rempah-rempah di mana-mana mengalami kemunduran dan terancam akan punah, Amboina dapat diaktakan menjadi Bandar Penimbunan Hasil dari seluruh perdagangan di Bagian Timur Jawa.”
Engelhard menulis kepada Flout di Batavia sebagai berikut:
“Berbagai adat kebiasaan orang Inggris, yang berbeda dengan adat kebiasaan kita, tak dapat tiada meninggalkan bekas yang tidak menguntungkan kita di Maluku. Pada rakyat ditinggalkan prinsip-prinsip yang lain sama sekali.’
Lain lagi pendirian Residen Berkhoff di Banda. Tanggal 9 April dia menulis surat kepada Gubernur Maluku seperti berikut:
“Saat ini saya merasa tidak berwenang untuk mengesahkan pembayaran dengan uang kertas, tanpa ada sesuatu pengumuman yang mendesak/tanpa ada sesuatu jaminan. Tanpa itu dikhawatirkan akan timbul ketidak percayaan dan mungkin agitasi. Apa lagi pengalaman di masa lampau di wilayah ini meninggalkan bekas yang mendalam.’
Lagi-lagi keluar perintah untuk kerja rodi. Rakyat harus membuka kebun cengkeh dan pala untuk kepentingan gubernemen. Dendeng, ikan kering dan garam harus pula diserahkan kepada gubernemen. Bertambah berat tugas rakyat. Bertambah gelisah seluruh rakyat Ambon, Lease dan Seram. Di negri-negri tersiar kabar bahwa sekolah-sekolah akan ditutup. 15 April Residen Van den Berg menulis bahwa persekolahan akan hancur sama sekali jika pemerintahan Belanda tidak membayar para guru seperti di zaman kompeni. Pemerintah Perancis (Daendels) dalam tahun 1810 telah menghentikan pembayaran gaji guru-guru dan memerintahkan rakyat tiap-tiap negri untuk membayar guru-guru mereka.
Kata orang Belanda “Saparua is het neusje van de zalm” (Saparua adalah hidung ikan zalm).
Thomas Matulessia sadar bahwa kebencian rakyat Saparua dan Nusalaut makin meningkat karena Residen dan pegawai-pegawainya menjalankan instruksi dari gubernur dengan keras. Residen mengadakan perjalanan keliling untuk cacah jiwa yang ada hubungan dengan kerja rodi dan pajak. Siapa tidak muncul/terlambat datang dicambuk dengan rotan.
Dalam waktu yang begitu pendek, belum sampai sebulan setengah, Van den Berg telah menyulut sumbu dinamit bagi meledaknya suatu revolusi rakyat yang paling berdarah. Dinamit kebencian berpuluh-puluh tahun terhadap penjajah Baelanda tidak dapat lagi ditahan lagi dan meledaklah.

·         Gerakan Kemerdekaan
Suasana menjadi tegang setelah timbang terima kekuasaan. Di dalam jiwa rakyat Ambon, Lease, Seram Barat dan Selatan tertanam keinginan besar untuk melepaskan diri dari Belanda. Adat istiadat yang mengikat pada raja-raja, patih, tindakan keras yang memaksa mereka tunduk. Tetapi runtuhnya kekuasaan kompeni oleh suatu pasukan kecil Inggris pada tahun 1796, terulang lagi pada tahun 1810, membuka mata rakyat bahwa kekuasaan Belanda dapat dihancurkan dengan senjata. Pada saat yang sama datang laporan dari Residen Hila bahwa ada orang-orang dari pegunungan dan hutan yang mengganggu keamanan di jalan raya. Untuk mengatasi gangguan itu, gubernur mengeluarkan pengumuman.
“Dalam jangka waktu 3 bulan semua eks prajurit Inggris, para pengangguran dan orang asing tanpa pekerjaan/tanpa surat keterangan dari Kepala Negeri, harus mencari pekerjaan di kota Ambon/masuk tentara Belanda pulang ke negeri masing-masing. Jika tidak maka akan ditangkap dan diangkut ke Belanda”.

Tanggal 4 April 80 orang laki-laki dari jazirah Hitu mengadakan suatu rapat rahasia di hutan petuanan liang. Mereka bermusyawarah selama 4 hari.
Tanggal 9 April sekali lagi 50 orang berkumpul selama 3 hari di tempat yang sama. Di sini mereka menentukan sikap untuk mengangkat senjata memerangi Belanda.
Tanggal 25 April  Residen menulis surat kepada Gubernur di Ambon dan melaporkan hal itu. Tanggal 26 April kedua pesuruh itu kembali dan melaporkan bahwa keadaan di Liang tenang-tenang saja dan Kapitan Suwara Patti tidak berada di situ. Laporan ini cocok dengan laporan Residen Hilla tanggal 30 April yang juga menerima surat dari Gubernur untuk menyelidiki keadaan di Liang.
Residen Haruku melaporkan pada tangal 5 Mei, bahwa menurut penyelidikannya tidak ada tanda ketidakpuasan rakyat Pelau dan Kailolo. Tahun 1803 pemerintahan Belanda mengambil alih kekuasaan dari Inggris ada beberapa raja yang telah dipecat Inggris diangkat kembali. Raja Pelau dan Hualalui ditangkap dan dipenjarakan.

·         SEMANGAT PERJUANGAN
      kepemimpinan Thomas Matulessia mendapat dukungan dari rakyat, dalam perjuangannya Ia bisa mengobarkan semangat rakyat Maluku untuk membebaskan tumpah darahnya dari jajahan bangsa Barat. Semangat perjuangan yang tertanam dengan adanya ketertindasan menumbuhkan kesadaran Thomas Matulessia, untuk memimpin perjuangan rakyat Maluku sampai titik darah penghabisan.


Daftar Pustaka

I.O. Nanulaita.Kapitan Pattimura.1985. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta