Cari Blog Ini

Rabu, 12 Juli 2017

IBU PERBU PELECUT SEMANGAT JUANG



cut nyak dien kartini cut meutia


Karakter bangsa,mungkin kata yang kerap muncul menjadi penutup diskusi penyebab keterpurukan Bangsa Indonesia saat ini. Kalau istilah ekstrimnya bangsa saat ini berada di titik nadir. Perbaikan karakter bangsa merupakan satu kunci terpenting untuk menyongsong perjalanan yang baru. Untuk membuka cakrawala dunia yang paling penting ,agar kita mampu meraih. Tidak ada batasan untuk dalam barisan terdepan. Karena itu tanpa mengedepankan gender, siapa yang mampu, pria atau wanita,karena kebersamaan adalah karakter bangsa kita. Pria atau wanita bukan masalah dan tidak perlu dimasalahkan. Kepentingan bangsa adalah masalah yang harus di kedepankan.
Dalam paparan yang sederhana ini penulis mencoba mengangkat pejuang wanita sebagai tauladan karakter bangsa. Jika ada anggapan wanita sebagai insan lemah dan harus selalu dilindungitidakselamanyabenar.Sebabdalamdiriwanitatersimpankekuatan,yangmampumengguncangdunia. Hal inidapatkitagalidalamdiripejuangwanita. Kita mengenal Laksamana Malahayati, Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutia, Pocut Baren,R.A Kartini,Dewi Sartika  dan pejuang wanita lainnya. Masing-masing diri memiliki tantangan yang berbeda. Karenaitu,masing-masingmemilikikisah yang berbeda. Perjuangan menuju kemerdekaan tiada habisnya.Tidak sedikit pejuang wanita yang gugur melawan penjajah.Perjuangan mereka dalam kancah peperangan telah memberi warna tersendiri dalam sejarah perjuangan kita.Dalam tulisan ini penulis mengangkat salah satu kisah pejuang wanita. Cut NyakDhien,salah satu dari wanita-wanita baja,yang memiliki kisah tersendiri,dalam usahanya mengusir penjajah di daerahnya.
Cut Nyak Dhien adalah pahlawan dari Serambi Mekkah yang gigih tidak kenal kompromi melawan kaum imperialis.Di usianya yang belia, tidak ada kata menyerah dalam melawan pasukan invasi Belanda pada abad ke-19.Beliau keluar masuk hutan,dengan menggenggam senjata belati, tak mengenal rasa getar hingga akhir hayatnya. Betapa heroik perjuangan Cut Nyak Dhien, yang mampu mengobarkan semangat juang rakyat Aceh.
Latar belakang kehidupan pahlawan wanita asal Aceh ini,sudah telihat dari kehidupan awal masa anak-anaknya.Pemberian nama yang indah pada dirinya seperti pertanda, jika akhirnya akan menjadi wanita terkenalsepanjang masa. Beliau  lahir di Lampadang, pada tahun 1848. Cut Nyak Dhien dilahirkan di lingkungan keluarga tersohor dan terhormat. Kehidupan dalam keluargayang taat beragama di daerah Aceh Besar, wilayah VI Mukim bagian dari wilayah Sagi XXV, tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Setia, seorang Uleebalang VI Mukim. Ayahnya keturunan Machmoed Sati, perantau dari Sumatera Barat. Machmoed Sati datang ke Aceh abad ke 17 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Ayah dari Cut Nyak Dhien merupakan keturunan Minangkabau. Ibunda Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampadang.Sebagaiseorang putri dari keluarga yang tersorot di Aceh,sejak kecil Dhien telah diberikan pendidikan agama Islam. Pendidikan dan pengajaran kebesaran Islam terutama sikap benci terhadap kemungkaran dan penindasan selain itu juga ditanamkan rasa tidak senang terhadap pengganggu agama Islam dan bangsanya.
Dari hasil pendidikan terssebut mampu membentuk sikap yang kuat. Bagi mereka mati membela agama syahid hukumnya, dan akan ditanggung mendapat surga di akhirat.Pengaruh pendidikan agama yang amat besaritu, menjadikan Cut Nyak Dhien memiliki sifat tabah,teguh pendirian,jiwa kepemimpinan yang tinggi, setia,semangat juang yang besar, dan tawakal.
Wanita yang tak pernah gentar ini, memiliki pengetahuan yangkuat,baik dari ibu dan ayahnya. Selain itu beliau juga memiliki banyak guru agama. Selain miliki pengetahuan yang kuat Cut Nyak Dhien juga terkenal akan kecantikannya. Dalam usia yang masih belia,banyak laki-laki yang tertarik dan suka dengannya. Sampai pada akhirnya datang seorang laki-laki bernama Teuku Cek Ibrahim Lamnga putra dari Uleebalang Lam Nga XIII  berusaha melamar Cut Nyak Dhien. Teuku Nanta Setia menyetujuinya, pada tahun 1862 Cut Nyak Dhien Sampai dengan masa dewasanya, ia ditunangkan dan dikawinkanoleh kedua orang tuanya.Meski usianya tergolong masih muda belia,kedua orang tuanya sudah yakin dengqan bekal pengetahuan yang mereka berikan kepada Cut Nyak Dhien. Perayaan pernikahan dimeriahkan oleh kehadiran penyair terkenal Abdul Karim yang membawakan syair-syair bernafaskan agama dan mengagungkan perbuatan-perbuatan heroik yang dapat menggugah semangat bagi pendengarnya.
Tanah Rencong kian bergelora pada tanggal 26 Maret1873, Belanda menyatakan perang pada Aceh yang ditandai tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal Citadel van Antwerpen.
            Pada perang pertama (1873-1874), Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Köhler. Belanda mengirim 3.198 prajurit. Pada tanggal 8 April1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen dipimpin oleh Köhler, dan menguasai Masjid Raya Baiturrahman serta membakarnya. Kesultanan Acehmampu menang dalampeperangini. Ibrahim Lamnga yang bertarung di garis depan kembali dengan sorak kemenanganatastewasnyaKöhler. 
Pada tahun 1874-1880, di bawah pimpinan JenderalJan van Swieten, daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda pada tahun 1873, sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun 1874. Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember1875. Ketika itu Teuku Cek Ibrahim turut aktif di garis depan peperangan di daerah VI Mukim.Cut Nyak Dhien berusaha mengikhlaskan keterlibatan suaminya dalam peperangan itu dan senantiasa menjadi penyemangat perjuangan suaminya. NamunSosok yang sangat berharga baginya gugur dalam pertempuran di GleTarum,29 juni 1878. Kekejaman Belanda menumbuhkan jiwa juangdalamdiri Cut NyakDhien.. Perempuan 28 tahun itu bersumpah bahwa beliau akan membalas apa yang telah dilakukan Belanda, Dia ingin menghancurkan Belanda. Cut Nyak Dhien bersumpah hanya akan menikah lagi dengan laki-laki yang bersedia membantu untuk membalas kematian Teuku Ibrahim.
Sejak itu tahun 1880,tepat 2 tahun kematian suaminya,datanglah seorang tokoh pejuang Aceh bernama Teuku Umar yang ingin melamar Cut Nyak Dhien. Teuku Umar adalah kemenakan dari ayahnya dan pejuang kemerdekaan yang bertaktik. Beliauterkenal banyak mendatangkan kerugian bagi pihak Belanda sehingga sangat disegani Belanda. Awalnya Cut Nyak Dhien menolak pinangan Teuku Umar. Namun, ternyata Teuku Umar mempersilakan Cut Nyak Dhien untuk ikut bertempur dalam medan perang, Cut Nyak Dien akhirnya menerimanya dan menikah. Sejak menikah dengan Teuku Umar semangat juang Cut Nyak Dhien semakin besar.
Pertempuran dengan kolonial Belanda semakin meninggi. Beberapa wilayah yang dikuasai Belanda berhasil direbut Teuku Umar. Sejak menikah denganCut Nyak Dhien, Teuku Umar kian mendapatkan dukungan. Meskipun telah mempunyai istri sebelumnya, Cut Nyak Dhien lah yang paling berpengaruh terhadap Teuku Umar. Perempuan inilah yang senantiasa membangkitkan semangat juangnya, mempengaruhi, mengekang tindakannya, sekaligus menghilangkan kebiasaan buruknya.
Perang dilakukan secara besar-besaran dengan dikobarkannya perang fi'sabilillah. Sekitar tahun 1875, Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekati Belanda dan hubungannya dengan orang Belanda semakin kuat. Pada tanggal 30 September1893, Teuku Umar dan pasukannya 250 orang pergi ke Kutaraja dan "menyerahkan diri" kepada Belanda. Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka menjadikan Teuku Umar komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh. Teuku Umar dituduh sebagai penghianat oleh orang Aceh. Bahkan,Cut Nyak Meutiamenemui dan memakinya. Cut Nyak Dien berusaha mengatakan untuk kembali melawan Belanda dan Teuku Umar masih terus pada rencana awal. Umar mempelajari taktik Belanda, sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai. Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh. Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien pergi dengan semua pasukan dan perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda, lalu tidak pernah kembali. Tak pernah ada rasa takut gentar dalam diri Cut Nyak Dhien untuk mendampingi suami ke medan perang, meskipun melintasi hutan yang penuh marabahayadanterkadang mereka harus menahan lapar dan dahaga namun semangat mereka tidak pernah sirna dalam membela tanah air dan agama.
Belanda marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap Teuku Umar. Gerilyawan Aceh dilengkapi perlengkapan dari Belanda. Mereka mulai menyerang Belanda sementara Jend. Van Swieten diganti. Penggantinya, Jend. Jakobus Ludovicius Hubertus Pel, dengan cepat terbunuh dan pasukan Belanda berada pada kekacauan. Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar terus melawan Belanda, lalu menyerang Kutaraja dan Meulaboh. Unit "Maréchaussée" lalu dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan sangat sulit ditaklukan oleh orang Aceh. Kebanyakan pasukan "De Marsose" merupakan orang Tionghoa-Ambon yang menghancurkan semua yang ada di jalannya. Akibatnya Van der Heyden membubarkan unit "De Marsose".Peristiwa ini juga menyebabkan kesuksesan jendral karena banyak orang yang tidak ikut melakukan jihad kehilangan nyawa mereka, dan ketakutan masih tetap ada pada penduduk Aceh.
Jendral Joannes Benedictus van Heutsz memanfaatkan ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari1899. Akhirnya, Teuku Umar tertangkap oleh Belanda dan gugur tertembak 8 peluru di dadanya.
Sejak meninggalnya Teuku Umar,Cut Nyak Dien kembali sendiri lagi. Selama 6 tahun Cut Nyak Dhien mengoordinasikan serangan besar-besaran terhadap beberapa kedudukan Belanda. Segala barang berharga yang masih dimilikinya dikorbankan untuk mengisi kas peperangan. Cut NyakDhien memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Pasukan ini terus bertempur sampai batas kehancurannya.  Tidak pernah surut semangatnya, dia terus melanjutkan perjuangan. Dia seorang pejuang yang pantang menyerah atau tunduk pada penjajah. Tidak mengenal kata kompromi bahkan walau dengan istilah berdamai sekalipun dengan Belanda yang disebutnya “kafir-kafir”.
Perlawanannya yang dilakukan secara bergerilya itu dirasakan Belanda sangat mengganggu bahkan membahayakan pendudukan mereka di tanah Aceh, sehingga pasukan Belanda selalu berusaha menangkapnya,namun sekalipun tidak pernah berhasil.
Lama-lama pasukan Cut Nyak Dhien melemah. Kehidupan putri bangsawan ini kian sengsara akibat selalu hidup di dalam hutan dengan makanan seadanya. Usianya kian lanjut, kesehatannya kian menurun, seiring dengan bertambahnya usia, Cut Nyak Dhien pun semakin tua. Penglihatannya mulai rabun dan berbagai penyakit seperti encok mulai menyerang. Di samping itu jumlah pasukannya semakin berkurang, ditambah lagi situasi yang semakin sulit memperoleh makanan. Tapi, ketika Pang Laot Ali, tangan kanan sekaligus panglimanya, menawarkan untuk menyerah sebagai jalan pembebasan dari kehidupan yang serba terpencil dan penuh penderitaan ini, Cut Nyak Dhien  menjadi sangat marah. Pang Laot Ali tetap tak sampai hati melihat penderitaan pimpinannya. Akhirnya ia menghianatinya. Kepada Belanda ia melaporkan persembunyiannya dengan beberapa syarat, di antaranya jangan melakukan kekerasan dan harus menghormatinya.
Ketika tertangkap wanita yang sudah tak berdaya dan rabun ini, mengangkat kedua belah tangannya dengan sikap menentang. Dari mulutnya terucap kalimat, “Ya Allah ya Tuhan inikah nasib perjuanganku? Di dalam bulan puasa aku diserahkan kepada kafir”. Cut Nyak Dhien masih nampak tetap ingin melawan pasukan Belanda ketika sudah terkepung dan hendak ditangkap, Cut Nyak Dhien masih sempat mencabut rencong meskipun Pasukan Belanda yang begitu banyak akhirnya berhasil menangkap tangannya.
Saat di dalam tawanan, Cut Nyak Dhien  masih terus melakukan kontak dengan para pejuang yang belum tunduk kepada Belanda. Tindakannya itu kembali membuat pihak Belanda berang sehingga dia pun akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat. yang berati mengingkari salah satu butir perjanjiannya dengan Pang Laot Ali.
Di Sumedang tidak banyak orang tahu perempuan ini. Tua renta dan bermata rabun. Pakaiannya lusuh, dan hanya itu saja yang melekat di tubuhnya. Sebuah tasbih tak lepas dari tangannya, juga sebuah periuk nasi dari tanah liat. Dia datang ke Sumedang bersama dua pengikutnya sebagai tahanan politik Belanda, yang ingin mengasingkannya dari medan perjuangannya di Aceh pada 11 Desember 1906. Perempuan tua itu lalu dititipkan kepada Bupati Sumedang Pangeran Aria Suriaatmaja, yang digelari Pangeran Makkah. Melihat perempuan yang amat taat beragama itu, Bupati tak menempatkannya di penjara, tetapi di rumah H. Ilyas, seorang tokoh agama, di belakang Kaum (masjid besar Sumedang). Di rumah itulah perempuan itu tinggal dan dirawat. Tentara Belanda dilarang mengungkapan identitas Cut Nyak Dhien. Ulama bernama Ilyas yang segera menyadari bahwa Cut Nyak Dhien merupakan ahli dalam agama Islam, sehingga ia dijuluki sebagai "Ibu Perbu" Orang-orang yang datang banyak membawakan makanan atau pakaian, selain karena mereka menaruh hormat dan simpati yang besar, juga karena Ibu Perbu tak bersedia menerima apapun yang diberikan oleh Belanda. Ibu Perbu adalah sebutan untuk Cut Nyak Dhien.
Keadaan ini terus berlangsung hingga 6 November 1908, Hinggasaat Ibu Perbu meninggal duniadan dimakamkan secara hormat di Gunung Puyuh,Sumedang.
Semangat dan kegigihan Cut Nyak Dhien yang tinggi memberikan arti yang besar.Perjuangannya melawan penjajahan,dan penindasan tidaklah mudah. Cut Nyak Dhien mampu mengobarkan semangat juang rakyat Aceh.Membela mati-matian Agama dan ingin menjadikan Aceh merdeka sampai titik darah penghabisannya.
Teladan bagi bangsa Indonesia,Cut Nyak Dhien gigih dan tidak pernah mengingkari sumpahnya.Ia dengan berani mampu membangkitkan semangat berjuang kaumnya.
Bercermin terhadap kehidupan Cut Nyak Dhien membuat generasi penerus patut bersyukur terhadap nikmat kemerdekaan yang telah di raih dan mengisinya dengan hal-hal positif dan bermanfaat. Kegagalan dan kekecewaan dalam hidup adalah hal yang wajar namun tidak menjadikan perjuangan berakhir hanya disitu, yang terpenting adalah bagaimana semangat untuk segera bangkit meraih kesempatan lain, yang lebih baik. Sikap patriotis yang dimiliki Cut Nyak Dhien  patut diteladani serta terus menerus ditumbuhkan dalam diri generasi muda dan masyarakat sehingga sikap bela bangsa dan negara dapat terbina dalam rangka untuk mengisi pembangunan yang sedang terlaksana.
Karakter Cut NyakDhien yang dapatkitajadikantauladanbagibangsakitayaitu:
1.         Kegigihan,kegigihankitauntukbersatudalammelawanketidakkemerdekaan yang kitarasakan,bagaimanacarauntukmelawankemiskinandankebodohan.
2.         Jiwakepemimpinannya yang tinggidapatdijadikancontohuntukpemimpinbangsakita,dimanamenjadipemimpin yang tidakmengabaikanrakyatnya.
3.         keteguhpendiriannya yang kuatmemberikankitatauladanuntuktidakberkhianatterhadapbangsasendiri.
4.         Kesetiaannyaterhadapagamanyamemberikantauladanbangsasaatiniuntukselalumengingatajaran agama.
Sepenggal kisah kehidupan Cut Nyak Dhien yang dapat di jadikan teladan bagi bangsa.Bahwa keteguhan hati,keteguhan iman,keteguhan diri, semangat, dan tidak mudah menyerah dimasa yang dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi bangsa Indonesia.Semua adalah bagian dari suatu proses kehidupan yang panjang.