Karakter bangsa,mungkin kata yang kerap
muncul menjadi penutup diskusi penyebab keterpurukan Bangsa Indonesia saat ini.
Kalau istilah ekstrimnya bangsa saat ini berada di titik nadir. Perbaikan
karakter bangsa merupakan satu kunci terpenting untuk menyongsong perjalanan
yang baru. Untuk membuka cakrawala dunia yang paling penting ,agar kita mampu
meraih. Tidak ada batasan untuk dalam barisan terdepan. Karena itu tanpa
mengedepankan gender, siapa yang mampu, pria atau wanita,karena kebersamaan
adalah karakter bangsa kita. Pria atau wanita bukan masalah dan tidak perlu
dimasalahkan. Kepentingan bangsa adalah masalah yang harus di kedepankan.
Dalam
paparan yang sederhana ini penulis mencoba mengangkat pejuang wanita sebagai
tauladan karakter bangsa. Jika ada anggapan wanita sebagai insan lemah dan
harus selalu dilindungitidakselamanyabenar.Sebabdalamdiriwanitatersimpankekuatan,yangmampumengguncangdunia.
Hal inidapatkitagalidalamdiripejuangwanita. Kita mengenal Laksamana Malahayati,
Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutia, Pocut Baren,R.A Kartini,Dewi Sartika dan pejuang wanita lainnya. Masing-masing
diri memiliki tantangan yang berbeda. Karenaitu,masing-masingmemilikikisah yang
berbeda. Perjuangan menuju kemerdekaan tiada habisnya.Tidak sedikit pejuang
wanita yang gugur melawan penjajah.Perjuangan mereka dalam kancah peperangan
telah memberi warna tersendiri dalam sejarah perjuangan kita.Dalam tulisan ini
penulis mengangkat salah satu kisah pejuang wanita. Cut NyakDhien,salah satu
dari wanita-wanita baja,yang memiliki kisah tersendiri,dalam usahanya mengusir
penjajah di daerahnya.
Cut Nyak Dhien adalah pahlawan dari Serambi
Mekkah yang gigih tidak kenal kompromi melawan kaum imperialis.Di usianya yang
belia, tidak ada kata menyerah dalam melawan pasukan invasi Belanda pada abad
ke-19.Beliau keluar masuk hutan,dengan menggenggam senjata belati, tak mengenal
rasa getar hingga akhir hayatnya. Betapa heroik perjuangan Cut Nyak Dhien, yang
mampu mengobarkan semangat juang rakyat Aceh.
Latar belakang kehidupan pahlawan wanita asal
Aceh ini,sudah telihat dari kehidupan awal masa anak-anaknya.Pemberian nama
yang indah pada dirinya seperti pertanda, jika akhirnya akan menjadi wanita
terkenalsepanjang masa. Beliau lahir di
Lampadang, pada tahun 1848. Cut Nyak Dhien dilahirkan di lingkungan keluarga
tersohor dan terhormat. Kehidupan dalam keluargayang taat beragama di daerah
Aceh Besar, wilayah VI Mukim bagian dari wilayah Sagi XXV, tahun 1848. Ayahnya
bernama Teuku Nanta Setia, seorang Uleebalang VI Mukim. Ayahnya keturunan
Machmoed Sati, perantau dari Sumatera Barat. Machmoed Sati datang ke Aceh abad
ke 17 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Ayah
dari Cut Nyak Dhien merupakan keturunan Minangkabau. Ibunda Cut Nyak Dhien
adalah putri uleebalang Lampadang.Sebagaiseorang putri dari keluarga yang
tersorot di Aceh,sejak kecil Dhien telah diberikan pendidikan agama Islam.
Pendidikan dan pengajaran kebesaran Islam terutama sikap benci terhadap
kemungkaran dan penindasan selain itu juga ditanamkan rasa tidak senang
terhadap pengganggu agama Islam dan bangsanya.
Dari
hasil pendidikan terssebut mampu membentuk sikap yang kuat. Bagi mereka mati
membela agama syahid hukumnya, dan akan ditanggung mendapat surga di
akhirat.Pengaruh pendidikan agama yang amat besaritu, menjadikan Cut Nyak Dhien
memiliki sifat tabah,teguh pendirian,jiwa kepemimpinan yang tinggi,
setia,semangat juang yang besar, dan tawakal.
Wanita yang tak pernah gentar ini, memiliki
pengetahuan yangkuat,baik dari ibu dan ayahnya. Selain itu beliau juga memiliki
banyak guru agama. Selain miliki pengetahuan yang kuat Cut Nyak Dhien juga
terkenal akan kecantikannya. Dalam usia yang masih belia,banyak laki-laki yang
tertarik dan suka dengannya. Sampai pada akhirnya datang seorang laki-laki
bernama Teuku Cek Ibrahim Lamnga putra dari Uleebalang Lam Nga XIII berusaha melamar Cut Nyak Dhien. Teuku Nanta
Setia menyetujuinya, pada tahun 1862 Cut Nyak Dhien Sampai dengan masa
dewasanya, ia ditunangkan dan dikawinkanoleh kedua orang tuanya.Meski usianya
tergolong masih muda belia,kedua orang tuanya sudah yakin dengqan bekal
pengetahuan yang mereka berikan kepada Cut Nyak Dhien. Perayaan pernikahan
dimeriahkan oleh kehadiran penyair terkenal Abdul Karim yang membawakan
syair-syair bernafaskan agama dan mengagungkan perbuatan-perbuatan heroik yang
dapat menggugah semangat bagi pendengarnya.
Tanah
Rencong kian bergelora pada tanggal 26 Maret1873, Belanda menyatakan perang
pada Aceh yang ditandai tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal Citadel van
Antwerpen.
Pada perang pertama (1873-1874),
Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah bertempur
melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Köhler. Belanda mengirim
3.198 prajurit. Pada tanggal 8 April1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen
dipimpin oleh Köhler, dan menguasai Masjid Raya Baiturrahman serta membakarnya.
Kesultanan Acehmampu menang dalampeperangini. Ibrahim Lamnga yang bertarung di
garis depan kembali dengan sorak kemenanganatastewasnyaKöhler.
Pada
tahun 1874-1880, di bawah pimpinan JenderalJan van Swieten, daerah VI Mukim
dapat diduduki Belanda pada tahun 1873, sedangkan Keraton Sultan jatuh pada
tahun 1874. Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan
rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember1875. Ketika itu Teuku Cek Ibrahim
turut aktif di garis depan peperangan di daerah VI Mukim.Cut Nyak Dhien
berusaha mengikhlaskan keterlibatan suaminya dalam peperangan itu dan
senantiasa menjadi penyemangat perjuangan suaminya. NamunSosok yang sangat
berharga baginya gugur dalam pertempuran di GleTarum,29 juni 1878. Kekejaman
Belanda menumbuhkan jiwa juangdalamdiri Cut NyakDhien.. Perempuan 28 tahun itu
bersumpah bahwa beliau akan membalas apa yang telah dilakukan Belanda, Dia
ingin menghancurkan Belanda. Cut Nyak Dhien bersumpah hanya akan menikah lagi
dengan laki-laki yang bersedia membantu untuk membalas kematian Teuku Ibrahim.
Sejak
itu tahun 1880,tepat 2 tahun kematian suaminya,datanglah seorang tokoh pejuang
Aceh bernama Teuku Umar yang ingin melamar Cut Nyak Dhien. Teuku Umar adalah
kemenakan dari ayahnya dan pejuang kemerdekaan yang bertaktik. Beliauterkenal
banyak mendatangkan kerugian bagi pihak Belanda sehingga sangat disegani
Belanda. Awalnya Cut Nyak Dhien menolak pinangan Teuku Umar. Namun, ternyata
Teuku Umar mempersilakan Cut Nyak Dhien untuk ikut bertempur dalam medan
perang, Cut Nyak Dien akhirnya menerimanya dan menikah. Sejak menikah dengan
Teuku Umar semangat juang Cut Nyak Dhien semakin besar.
Pertempuran dengan kolonial Belanda semakin
meninggi. Beberapa wilayah yang dikuasai Belanda berhasil direbut Teuku Umar.
Sejak menikah denganCut Nyak Dhien, Teuku Umar kian mendapatkan dukungan.
Meskipun telah mempunyai istri sebelumnya, Cut Nyak Dhien lah yang paling
berpengaruh terhadap Teuku Umar. Perempuan inilah yang senantiasa membangkitkan
semangat juangnya, mempengaruhi, mengekang tindakannya, sekaligus menghilangkan
kebiasaan buruknya.
Perang
dilakukan secara besar-besaran dengan dikobarkannya perang fi'sabilillah.
Sekitar tahun 1875, Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekati Belanda dan
hubungannya dengan orang Belanda semakin kuat. Pada tanggal 30 September1893,
Teuku Umar dan pasukannya 250 orang pergi ke Kutaraja dan "menyerahkan
diri" kepada Belanda. Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya
mau membantu mereka, sehingga mereka menjadikan Teuku Umar komandan unit
pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh. Teuku Umar dituduh sebagai penghianat
oleh orang Aceh. Bahkan,Cut Nyak Meutiamenemui dan memakinya. Cut Nyak Dien
berusaha mengatakan untuk kembali melawan Belanda dan Teuku Umar masih terus
pada rencana awal. Umar mempelajari taktik Belanda, sementara pelan-pelan
mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai. Teuku Umar
melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin
menyerang basis Aceh. Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien pergi dengan semua pasukan
dan perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda, lalu tidak pernah
kembali. Tak pernah ada rasa takut gentar dalam diri Cut Nyak Dhien untuk
mendampingi suami ke medan perang, meskipun melintasi hutan yang penuh
marabahayadanterkadang mereka harus menahan lapar dan dahaga namun semangat
mereka tidak pernah sirna dalam membela tanah air dan agama.
Belanda marah dan melancarkan operasi
besar-besaran untuk menangkap Teuku Umar. Gerilyawan Aceh dilengkapi
perlengkapan dari Belanda. Mereka mulai menyerang Belanda sementara Jend. Van
Swieten diganti. Penggantinya, Jend. Jakobus Ludovicius Hubertus Pel, dengan
cepat terbunuh dan pasukan Belanda berada pada kekacauan. Cut Nyak Dhien dan
Teuku Umar terus melawan Belanda, lalu menyerang Kutaraja dan Meulaboh. Unit
"Maréchaussée" lalu dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan
sangat sulit ditaklukan oleh orang Aceh. Kebanyakan pasukan "De
Marsose" merupakan orang Tionghoa-Ambon yang menghancurkan semua yang ada
di jalannya. Akibatnya Van der Heyden membubarkan unit "De
Marsose".Peristiwa ini juga menyebabkan kesuksesan jendral karena banyak
orang yang tidak ikut melakukan jihad kehilangan nyawa mereka, dan ketakutan
masih tetap ada pada penduduk Aceh.
Jendral Joannes Benedictus van Heutsz memanfaatkan
ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan
pemberontak sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar
untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari1899. Akhirnya, Teuku Umar
tertangkap oleh Belanda dan gugur tertembak 8 peluru di dadanya.
Sejak
meninggalnya Teuku Umar,Cut Nyak Dien kembali sendiri lagi. Selama 6 tahun Cut
Nyak Dhien mengoordinasikan serangan besar-besaran terhadap beberapa kedudukan
Belanda. Segala barang berharga yang masih dimilikinya dikorbankan untuk
mengisi kas peperangan. Cut NyakDhien memimpin perlawanan melawan Belanda di
daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Pasukan ini terus bertempur
sampai batas kehancurannya. Tidak pernah
surut semangatnya, dia terus melanjutkan perjuangan. Dia seorang pejuang yang
pantang menyerah atau tunduk pada penjajah. Tidak mengenal kata kompromi bahkan
walau dengan istilah berdamai sekalipun dengan Belanda yang disebutnya
“kafir-kafir”.
Perlawanannya yang dilakukan secara
bergerilya itu dirasakan Belanda sangat mengganggu bahkan membahayakan
pendudukan mereka di tanah Aceh, sehingga pasukan Belanda selalu berusaha
menangkapnya,namun sekalipun tidak pernah berhasil.
Lama-lama
pasukan Cut Nyak Dhien melemah. Kehidupan putri bangsawan ini kian sengsara
akibat selalu hidup di dalam hutan dengan makanan seadanya. Usianya kian
lanjut, kesehatannya kian menurun, seiring dengan bertambahnya usia, Cut Nyak
Dhien pun semakin tua. Penglihatannya mulai rabun dan berbagai penyakit seperti
encok mulai menyerang. Di samping itu jumlah pasukannya semakin berkurang,
ditambah lagi situasi yang semakin sulit memperoleh makanan. Tapi, ketika Pang
Laot Ali, tangan kanan sekaligus panglimanya, menawarkan untuk menyerah sebagai
jalan pembebasan dari kehidupan yang serba terpencil dan penuh penderitaan ini,
Cut Nyak Dhien menjadi sangat marah.
Pang Laot Ali tetap tak sampai hati melihat penderitaan pimpinannya. Akhirnya
ia menghianatinya. Kepada Belanda ia melaporkan persembunyiannya dengan
beberapa syarat, di antaranya jangan melakukan kekerasan dan harus
menghormatinya.
Ketika tertangkap wanita yang sudah tak
berdaya dan rabun ini, mengangkat kedua belah tangannya dengan sikap menentang.
Dari mulutnya terucap kalimat, “Ya Allah ya Tuhan inikah nasib perjuanganku? Di
dalam bulan puasa aku diserahkan kepada kafir”. Cut Nyak Dhien masih nampak
tetap ingin melawan pasukan Belanda ketika sudah terkepung dan hendak
ditangkap, Cut Nyak Dhien masih sempat mencabut rencong meskipun Pasukan
Belanda yang begitu banyak akhirnya berhasil menangkap tangannya.
Saat di dalam tawanan, Cut Nyak Dhien masih terus melakukan kontak dengan para
pejuang yang belum tunduk kepada Belanda. Tindakannya itu kembali membuat pihak
Belanda berang sehingga dia pun akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat. yang
berati mengingkari salah satu butir perjanjiannya dengan Pang Laot Ali.
Di Sumedang tidak banyak orang tahu perempuan
ini. Tua renta dan bermata rabun. Pakaiannya lusuh, dan hanya itu saja yang
melekat di tubuhnya. Sebuah tasbih tak lepas dari tangannya, juga sebuah periuk
nasi dari tanah liat. Dia datang ke Sumedang bersama dua pengikutnya sebagai
tahanan politik Belanda, yang ingin mengasingkannya dari medan perjuangannya di
Aceh pada 11 Desember 1906. Perempuan tua itu lalu dititipkan kepada Bupati
Sumedang Pangeran Aria Suriaatmaja, yang digelari Pangeran Makkah. Melihat
perempuan yang amat taat beragama itu, Bupati tak menempatkannya di penjara,
tetapi di rumah H. Ilyas, seorang tokoh agama, di belakang Kaum (masjid besar
Sumedang). Di rumah itulah perempuan itu tinggal dan dirawat. Tentara Belanda
dilarang mengungkapan identitas Cut Nyak Dhien. Ulama bernama Ilyas yang segera
menyadari bahwa Cut Nyak Dhien merupakan ahli dalam agama Islam, sehingga ia
dijuluki sebagai "Ibu Perbu" Orang-orang yang datang banyak
membawakan makanan atau pakaian, selain karena mereka menaruh hormat dan
simpati yang besar, juga karena Ibu Perbu tak bersedia menerima apapun yang
diberikan oleh Belanda. Ibu Perbu adalah sebutan untuk Cut Nyak Dhien.
Keadaan ini terus berlangsung hingga 6
November 1908, Hinggasaat Ibu Perbu meninggal duniadan dimakamkan secara hormat
di Gunung Puyuh,Sumedang.
Semangat
dan kegigihan Cut Nyak Dhien yang tinggi memberikan arti yang
besar.Perjuangannya melawan penjajahan,dan penindasan tidaklah mudah. Cut Nyak
Dhien mampu mengobarkan semangat juang rakyat Aceh.Membela mati-matian Agama
dan ingin menjadikan Aceh merdeka sampai titik darah penghabisannya.
Teladan bagi bangsa Indonesia,Cut Nyak Dhien
gigih dan tidak pernah mengingkari sumpahnya.Ia dengan berani mampu
membangkitkan semangat berjuang kaumnya.
Bercermin
terhadap kehidupan Cut Nyak Dhien membuat generasi penerus patut bersyukur
terhadap nikmat kemerdekaan yang telah di raih dan mengisinya dengan hal-hal
positif dan bermanfaat. Kegagalan dan kekecewaan dalam hidup adalah hal yang
wajar namun tidak menjadikan perjuangan berakhir hanya disitu, yang terpenting
adalah bagaimana semangat untuk segera bangkit meraih kesempatan lain, yang
lebih baik. Sikap patriotis yang dimiliki Cut Nyak Dhien patut diteladani serta terus menerus
ditumbuhkan dalam diri generasi muda dan masyarakat sehingga sikap bela bangsa
dan negara dapat terbina dalam rangka untuk mengisi pembangunan yang sedang terlaksana.
Karakter
Cut NyakDhien yang dapatkitajadikantauladanbagibangsakitayaitu:
1. Kegigihan,kegigihankitauntukbersatudalammelawanketidakkemerdekaan
yang kitarasakan,bagaimanacarauntukmelawankemiskinandankebodohan.
2. Jiwakepemimpinannya yang
tinggidapatdijadikancontohuntukpemimpinbangsakita,dimanamenjadipemimpin yang
tidakmengabaikanrakyatnya.
3. keteguhpendiriannya yang
kuatmemberikankitatauladanuntuktidakberkhianatterhadapbangsasendiri.
4. Kesetiaannyaterhadapagamanyamemberikantauladanbangsasaatiniuntukselalumengingatajaran
agama.
Sepenggal kisah kehidupan Cut Nyak Dhien yang
dapat di jadikan teladan bagi bangsa.Bahwa keteguhan hati,keteguhan
iman,keteguhan diri, semangat, dan tidak mudah menyerah dimasa yang dapat
menjadi inspirasi dan motivasi bagi bangsa Indonesia.Semua adalah bagian dari
suatu proses kehidupan yang panjang.